Ruang lingkup Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah meliputi: a) pemberian sumber Penerimaan Daerah berupa Pajak dan Retribusi; b) pengelolaan TKD (Tranfer ke Daerah); c) pengelolaan Belanja Daerah; d) pemberian kewenangan untuk melakukan Pembiayaan Daerah; dan e) pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional.
Sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara
dibentuk dengan tujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya berdasarkan Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi, dan Daerah provinsi dibagi atas
Daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai
pemerintahan sendiri. Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota berhak mengatur
dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Urusan Pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Daerah dilaksanakan
berdasarkan asas otonomi, sedangkan Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan
tanggung jawab Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan asas dekonsentrasi
dan tugas pembantuan. Pelaksanaan Urusan Pemerintahan dari tingkat pusat hingga
Daerah merupalan bagian dari kekuasaan pemerintahan yang berada di tangan
Presiden sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sehingga tidak dapat berjalan sendiri-sendiri. Hal ini menuntut adanya
sinergisme pendanaan atas urusan tersebut dalam rangka pencapaian tujuan
bernegara.
Pembagian Negara Kesatuan
Republik Indonesia menjadi provinsi, kabupaten, dan kota, dan pembagian Urusan
Pemerintahan antarpemerintahan tersebut menimbulkan adanya hubungan wewenang
dan hubungan keuangan. Sesuai dengan amanat Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun L945, hubungan keuangan, pelayanan umum,
serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah
dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan Undang-Undang.
Untuk melaksanakan amanat
Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tersebut disusunlah Undang-Undang (UU) Nomor
1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan
Daerah. Penyusunan Undang-Undang ini juga didasarkan pada pemikiran
perlunya menyempurnakan pelaksanaan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah yang selama ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.
Penyempurnaan implementasi
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dilakukan
sebagai upaya untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien
melalui Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang
transparan, akuntabel, dan berkeadilan, guna mewujudkan pemerataan layanan
publik dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, Hubungan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berlandaskan pada 4 (empat)
pilar utama, yaitu: mengembangkan sistem Pajak yang mendukung alokasi sumber
daya nasional yang efisien, mengembangkan Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah dalam meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal
melalui kebijakan TKD dan Pembiayaan Utang Daerah, mendorong peningkatan
kualitas Belanja Daerah, serta harmonisasi kebijakan fiskal antara Pemerintah
dan Daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal dan menjaga kesinambungan
fiskal.
Sistem
Pajak dan Retribusi dalam UU Nomor 1 Tahun 2022
Dalam rangka mengalokasikan
sumber daya nasional secara lebih efisien, Pemerintah memberikan kewenangan
kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi
jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru,
penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Restrukturisasi Pajak
dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi
menjadi satu jenis Pajak, yaitu PBJT (Pajak Barang dan Jasa Tertentu). Hal ini
memiliki tujuan untuk (i) menyelaraskan Objek Pajak antara pajak pusat dan
pajak daerah sehingga menghindari adanya duplikasi pemungutan pajak; (ii)
menyederhanakan administrasi perpajakan sehingga manfaat yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan dengan biaya pemungutan; (iii) memudahkan pemantauan
pemungutan Pajak terintegrasi oleh Daerah; dan (iv) mempermudah masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya, sekaligus mendukung kemudahan berusaha dengan
adanya simplifikasi administrasi perpajakan.
Selain integrasi pajak-pajak
Daerah berbasis konsumsi, PBJT mengatur perluasan Objek Pajak seperti atas
parkir uale| objek rekreasi, dan persewaan sarana dan prasarana olahraga (objek
olahraga permainan). Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen Pajak
antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB (Pajak
Kendaraan Bermoto), BBNKB (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor), dan Pajak MBLB (Mineral
Bukan Logam dan Batuan). Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan
pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi. Hal tersebut dapat meningkatkan
kemandirian Daerah tanpa menambah beban Wajib Pajak, karena penerimaan
perpajakan akan dicatat sebagai PAD, serta memberikan kepastian atas penerimaan
Pajak dan memberikan keleluasan belanja atas penerimaan tersebut pada tiap-tiap
level pemerintahan dibandingkan dengan skema bagr hasil. Sementara itu, penambahan
Opsen Pajak MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru diharapkan dapat
memperkuat fungsi penerbitan izin dan pengawasan kegiatan pertambangan di
Daerah. Hal ini akan mendukung pengelolaan Keuangan Daerah yang lebih
berkualitas karena perencanaan, penganggaran, dan realisasi APBD akan lebih baik.
Opsen Pajak juga mendorong peran Daerah untuk melakukan ekstensifikasi
perpajakan Daerah baik itu bagi pemerintah provinsi maupun pemerintah
kabupaten/kota.
Penyederhanaan Retribusi
dilakukan melalui rasionalisasi jumlah Retribusi. Retribusi diklasifikasikan
dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan
Retribusi Perizinan Tertentu. Lebih lanjut, jumlah atas jenis Objek Retribusi
disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis
pelayanan.
Rasionalisasi tersebut
memiliki tujuan agar Retribusi yang akan dipungut Pemerintah Daerah adalah
Retribusi yang dapat dipungut dengan efektif, serta dengan biaya pemungutan dan
biaya kepatuhan yang rendah. Selain itu, rasionalisasi dimaksudkan untuk
mengurangi beban masyarakat dalam mengakses layanan dasar publik yang menjadi
kewajiban Pemerintah Daerah. Rasionalisasi juga sejalan dengan implementasi Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentatg Cipta Kerja dalam rangka mendorong kemudahan
berusaha, iklim investasi yang kondusif, daya saing Daerah, dan penciptaan
lapangan kerja yang lebih luas.
Penyelarasan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dilakukan melalui
pemberian kewenangan kepada Pemerintah untuk meninjau kembali tarif Pajak
Daerah dalam rangka pemberian insentif fiskal untuk mendorong perkembangan
investasi di Daerah. Pemerintah dapat menyesuaikan tarif Pajak dan Retribusi dengan
penetapan tarif yang berlaku secara nasional, serta melakukan pengawasan dan
evaluasi terhadap Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang menghambat ekosistem
investasi dan kemudahan dalam berusaha.
TKD (Transfer ke Daerah)
dalam UU Nomor 1 Tahun 2022
Transfer ke Daerah yang
selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian
dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk
dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah.
TKD sebagai salah satu
sumber Pendapatan Daerah ditujukan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara
pusat dan Daerah (vertikal) dan ketimpangan fiskal antar-Daerah (horizontal),
sekaligus mendorong kinerja Daerah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik
di seluruh Daerah. TKD meliputi DBH, DAU, DAK, Dana Otonomi Khusus dan Dana
Keistimewaan, serta Dana Desa.
Dalam rangka mencapai tujuan
untuk mengurangi ketimpangan fiskal dan kesenjangan pelayanan antar-Daerah,
pengelolaan TKD akan mengedepankan kinerja sehingga dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan di Daerah, sekaligus mendorong tanggung jawab Daerah
dalam memberikan pelayanan yang lebih baik secara efisien dan disiplin. Untuk
itu, DBH (Dana Bagi Hsil) dialokasikan berdasarkan realisasi penerimaan negara
yang dibagihasilkan satu tahun sebelumnya dalam rangka memberikan kepastian
penerimaan bagi Daerah. Selain itu, pengalokasian DBH akan memperhitungkan
kinerja Daerah dalam memperkuat penerimaan negara yang dibagihasilkan ataupun
perbaikan lingkungan yang terdampak akibat aktivitas eksploitasi.
Reformulasi pengalokasian
DAU (Dana Alokasi Umum) dilakukan melalui penghitungan kebutuhan fiskal
berdasarkan pada unit cost dan target layanan, serta penghitungan kapasitas
fiskal sesuai dengan potensi pendapatan Daerah sehingga lebih mencerminkan
kebutuhan dan kapasitas fiscal secara riil. Selain pada aspek pengalokasian,
reformulasi DAU dilakukan pada aspek penggunaan yang ditujukan untuk mendorong kinerja
pencapaian pelayanan dasar masyarakat. Sementara itu, DAK akan lebih difokuskan
pada upaya mendukung Daerah dalam pencapaian prioritas nasional dengan
berdasarkan pada target kinerja, sekaligus menjaga pemerataan serta
keseimbangan tingkat layanan antar-Daerah
TKD juga memasukkan dana
transfer yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya, yaitu Dana Otonomi
Khusus Aceh, Papua, dan Papua Barat, Dana Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa
Yograkarta, dan Dana Desa. Hal ini dimaksudkan untuk menggabungkan dana-dana
tersebut dalam taksonomi TKD secara utuh, sekaligus melakukan penguatan dalam
rangka mendorong proses alokasi yang lebih tepat, transparan, dan akuntabel,
serta mendorong perbaikan kinerja layanan masyarakat melalui penerapan target
kinerja.
Pemerintah juga dapat
memberikan insentif fiskal tertentu kepada Daerah tertentu, sebagai bentuk
penghargaan dan sekaligus merangsang kinerja Daerah dalam pengelolaan Keuangan
Daerah, pelayanan pemerintahan umum, pelayanan dasar publik, dan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Pembiayaan
Utang Daerah dalam UU Nomor 1 Tahun 2022
Kemampuan Keuangan Daerah
masih relatif terbatas dalam mendanai penyediaan sarana dan prasarana publik.
Dalam rangka mendukung Daerah dalam pembangunan dan penyelenggaraan pelayanan
kepada masyarakat, Daerah dapat mengakses sumber-sumber Pembiayaan Utang
Daerah, baik yang berskema konvensional maupun syariah, meliputi Pinjaman
Daerah, Obligasi Daerah, dan Sukuk Daerah. Skema Pinjaman Daerah akan
didasarkan pada penggunaannya dan bukan pada periodisasi jangka waktu pinjaman,
meliputi pinjaman untuk pengelolaan kas, pembiayaan pembangunan infrastruktur
Daerah, pengelolaan portofolio utang Daerah, dan penerusan pinjaman dan/atau
penyertaan modal BUMD. Selain itu, jenis Pinjaman Daerah akan diperluas, yaitu
pinjaman tunai dan pinjaman kegiatan.
Daerah juga diberi pilihan
untuk mengakses Pembiayaan kreatif berupa Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah.
Perluasan akses Pembiayaan bagi Daerah juga diikuti dengan penyederhanaan
proses pelaksanaan Pembiayaan, antara lain melalui pengintegrasian persetujuan
DPRD atas Pembiayaan Utang Daerah dalam proses pembahasan rancangan APBD.
Selain itu, Pemerintah mendorong adanya sinergi pendanaan antar-sumber pendapatan
dan/atau Pembiayaan Utang Daerah, baik dari PAD, TKD, Pembiayaan Utang Daerah,
kerja sama antar-Daerah, dan kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan Badan
Usaha dalam rangka penguatan sumber pendanaan program/kegiatan agar memberikan
manfaat yang lebih signifikan.
Pengelolaan
Belanja Daerah dalam UU Nomor 1 Tahun 2022
Selain perbaikan kebijakan
dari aspek input, Undang-Undang ini mendorong peningkatan kualitas Belanja
Daerah. Belanja Daerah masih didominasi oleh belanja aparatur dan belanja
operasional rutin dan dikelola dengan kurang efisien, serta tidak didukung
dengan sumber daya manusia pengelola Keuangan Daerah yang memadai. Belanja
Daerah masih dianggarkan relatif minimal dalam mendukung belanja yang
berorientasi pada layanan infrastruktur publik sehingga tidak dapat secara
optima,l mendukung pencapaian outcome pembangunan Daerah dan pertumbuhan
ekonomi Daerah. Selain itu, Belanja Daerah sering kali masih berjalan
sendiri-sendiri dengan program dan kegiatan kecil-kecil yang tidak fokus
sehingga pada akhirnya output danf alau outcome tidak memberikan dampak perbaikan
yang signifikan bagi masyarakat, serta tidak terhubung dengan prioritas
nasional dan arah kebijakan fiskal nasional.
Untuk itu, diperlukan
pengaturan dan penguatan disiplin Belanja Daerah dalam APBD. Perbaikan
pengaturan tersebut dilakukan mulai dari penganggaran Belanja Daerah,
simplifikasi dan sinkronisasi program prioritas Daerah dengan prioritas
nasional, serta penyusunan Belanja Daerah yang didasarkan atas standar harga
(belanja operasi dan tunjangan kinerja Daerah) dan analisis standar belanja.
Selain itu, penguatan disiplin Belanja Daerah dilakukan dengan pengaturan alokasi
Belanja Daerah, seperti kewajiban untuk memenuhi porsi tertentu atas jenis belanja
tertentu, baik yang dimandatkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
maupun dalam UU Nomor 1 Tahun 2022
ini, serta optimalisasi penggunaan SiLPA berbasis kinerja.
Lebih lanjut, peningkatan
kualitas Belanja Daerah juga dilakukan melalui peningkatan kualitas sumber daya
manusia aparatur pengelola keuangan di Pemerintah Daerah dan penguatan aspek
pengawasan. Untuk itu, UU Nomor 1 Tahun
2022 ini juga memandatkan adanya sertifikasi bagi aparatur pengelola
keuangan di Pemerintah Daerah, dan keterlibatan aparat pengawas intern
Pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden untuk melakukan
pengawasan intern atas rancangan APBD ataupun pelaksanaan atas APBD, dan melakukan
penguatan kapabilitas terhadap aparat pengawas intern Pemerintah Daerah.
UU
Nomor 1 Tahun 2022 ini juga memberikan ruang bagi daerah-daerah
tertentu yang mempunyai kapasitas fiskal memadai dan telah menyelenggarakan
dengan baik segala urusan wajib layanan dasar, untuk dapat membentuk Dana Abadi
Daerah yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat yang bersifat lintas generasi.
Penguatan tata kelola
hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah tidak dapat berdiri
sendiri untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan tujuan bernegara. Kebijakan
frskal terdiri atas fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi sehingga pelaksanaan
kebijakan fiskal di Daerah harus sinergis dengan kebijakan fiskal di Pemerintah
dalam rangka mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan fiskal dalam mencapai
tujuan bernegara. Untuk itu, UU Nomor 1
Tahun 2022 ini juga mengatur bagaimana melaksanakan sinergi kebijakan
fiskal nasional, yang dilakukan antara lain melalui penyelarasan kebijakan
fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defrsit APBD dan Pembiayaan
Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi bagan akun
standar. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut didukung oleh sistem
informasi yang dapat mengonsolidasikan laporan keuangan pemerintahan secara nasional
sesuai dengan bagan akun standar yang terintegrasi antara Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah, menyajikan informasi Keuangan Daerah secara nasional,
serta menghasilkan kebijakan yang didasarkan pada pemantauan dan evaluasi atas
Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang terukur dan terstruktur.
Dengan kebijakan yang diatur
dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 ini, diharapkan
layanan kepada masyarakat di seluruh pelosok nusantara dapat makin merata dan
dengan kualitas yang memadai. Pengaturan-pengaturan yang terkait dengan
pengelolaan perpajakan Daerah, TKD, Pembiayaan Utang Daerah, dan pengendalian
APBD diharapkan memberikan kemampuan kepada Pemerintah Daerah untuk secara bersama-sama
dan sinergis dengan Pemerintah mencapai tujuan pembangunan nasional dalam mendorong
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
Link download UU Nomor 1 Tahun 2022 (DISINI)
Demikian informasi tentang Undang-Undang atau UU Nomor 1 Tahun 2022. Semoga
ada manfaatnya, terima kasih.
No comments
Post a Comment