Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau Kepmenkes Nomor HK.01.07-MENKES-671-2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi Dan Mulut. Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari status kesehatan perseorangan maupun kesehatan masyarakat. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan gigi perseorangan, pelayanan kesehatan gigi masyarakat serta usaha kesehatan gigi sekolah.
Berdasarkan hasil Riskesdas Tahun
2013 menunjukkan bahwa status kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia
masih belum optimal, hal ini ditunjukkan dengan angka prevalensi penduduk yang bermasalah
kesehatan gigi menunjukkan 25,9% di mana 68,9% diantaranya tidak dilakukan
perawatan sebagaimana mestinya. Data Riskesdas Tahun 2013 juga menunjukkan
bahwa angka rata-rata pengalaman karies penduduk masih tinggi, terlihat dari
indeks DMF-T adalah sebesar 4,5, dengan prosentase penduduk bermasalah kesehatan
gigi dan mulut yang mendapatkan perawatan hanya sebesar 8,1%. Demikian juga
dengan hasil Riskesdas Tahun 2018 menunjukkan gigi rusak, berlubang ataupun
sakit 45,3% . Sedangkan proporsi untuk mengatasi masalah gigi dan mulut
menunjukkan bahwa masyarakat yang mengatasinya dengan pengobatan/minum obat
52,9%. Proporsi frekuensi masyarakat yang tidak pernah berobat ke tenaga medis
gigi sebesar 95,5%. Hal ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan gigi dan mulut
belum dianggap penting oleh sebagian besar masyarakat.
Jika dilihat dari jumlah
sarana pelayanan kesehatan yang tersedia pada tahun 2018, jumlah klinik utama
924 unit, klinik pratama 7.917 unit, praktik mandiri dokter umum 8.876 unit,
praktik mandiri dokter gigi 2.104 unit, puskesmas sebanyak 9.993 unit, rumah
sakit 2.813 unit. Jumlah tersebut masih belum mampu mengatasi atau menurunkan
masalah kesehatan gigi dan mulut. Hal ini ber dampak pada status kesehatan
secara umum serta dapat menghambat peningkatan produktifitas dan kualitas
kehidupan masyarakat. Untuk mengatasinya perlu tenaga kesehatan gigi dan mulut
yang mempunyai kemampuan di bidang promotif dan preventif serta mampu berkolaborasi
dengan tenaga kesehatan lainnya sehingga dapat mengedukasi dan memperluas
jangkauan pelayanan kesehatan gigi dan mulut kepada masyarakat.
Terapis Gigi dan Mulut merupakan
salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai kemampuan di bidang promotif dan
preventif serta mampu berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
mengatasi permasalahan kesehatan gigi dan mulut. Keberadaan profesi Terapis Gigi
dan Mulut bermula dari didirikannya Sekolah Perawat Gigi (SPG) pada Tahun 1951,
yang dilandasi oleh terbitnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 27998/Kab
tertanggal 30 Desember 1950. Pada 1957 SPG diubah menjadi Sekolah Pengatur
Rawat Gigi (SPRG).
Kurikulum pendidikan pada
sekolah tersebut mengacu kepada model tenaga Dental Nurse di New Zealand yang
disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan pada saat itu. Selanjutnya SPRG
ditingkatkan menjadi Akademi Kesehatan Gigi (AKG) pada Tahun 1993, dan seiring berkembangnya
pendidikan tinggi di lingkungan Kementerian Kesehatan, berbagai akademi kesehatan
millik Kementerian Kesehatan bergabung menjadi Politeknik Kesehatan, dan pada
Tahun 2000 AKG pun berubah menjadi Jurusan Kesehatan Gigi dan kembali mengalami
perubahan nama menjadi Jurusan Keperawatan Gigi pada Tahun 2004 hingga
sekarang.
Sesuai dengan Pasal 11 ayat
(11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, nomenklatur Perawat
Gigi berubah menjadi Terapis Gigi dan Mulut. Di Indonesia, jumlah tenaga Terapis
Gigi dan Mulut (TGM) masih sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah total
penduduk. Jumlah pen duduk Indonesia per 4 Januari 2019 adalah 266,91 juta jiwa.
Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan pada Tahun 2035 jumlah penduduk
Indonesia sebanyak ± 305.652.400 jiwa. Jumlah anggota Terapis Gigi dan Mulut berdasarkan
data Organisasi Profesi Tahun 2019 berjumlah 18.003 orang. Data fasilitas pendidikan
Terapis Gigi dan Mulut terdiri dari 18 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes
Kementerian Kesehatan (JKG) dan 5 Akademi Keperawatan/Kesehatan Gigi (AKG
Swasta). Setiap tahun meluluskan 1000 orang Tera pis Gigi dan Mulut Terampil
(DIII) dan 360 orang Terapis Gigi dan Mulut Ahli (DIV). Maka diproyeksikan
jumlah Terapis Gigi dan Mulut pada Tahun 2035 adalah sebanyak 46.123 orang.
Jika seluruh Terapis Gigi dan Mulut yang teregistrasi bekerja memberikan Pelayanan
Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut sesuai dengan kompetensinya maka rasio jumlah
Terapis Gigi dan Mulut dan jumlah penduduk saat ini adalah 1 : 11.916, artinya
11.916 jiwa dilayani oleh hanya 1 Terapis Gigi dan Mulut. Sedangkan rasio pada Tahun
2035 diproyeksikan 1 : 6.626.
Tugas pokok Terapis Gigi dan
Mulut berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2016 adalah
melaksanakan Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut, di bidang promotif, preventif,
dan kuratif terbatas untuk meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut yang
optimal pada individu, kelompok, dan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang
di atas dan dicabutnya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Perawat Gigi maka dipandang perlu penyusunan kembali Standar
Kompetensi Terapis Gigi dan Mulut yang diharapkan dapat menjadi panduan bagi
setiap Terapis Gigi dan Mulut, institusi penyelenggara pendidikan, pemerintah,
masyarakat serta semua stakeholders kesehatan gigi dan mulut dalam pelaksanaan keprofesian
Terapis Gigi dan Mulut di Indonesia yang dilaksanakan dengan prinsip interprofessional
collaboration atau kolaborasi dengan profesi dokter gigi dan tenaga kesehatan
lainnya.
Diktum KESATU Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07-MENKES-671-2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi
Dan Mulut menyatakan bahwa Standar profesi Terapis Gigi dan Mulut terdiri
atas standar kompetensi dan kode etik profesi.
Diktum KEDUA Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/671/2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi
Dan Mulut menyatakan Mengesahkan standar kompetensi Terapis Gigi dan Mulut
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU huruf a, tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
Diktum KETIGA Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07-MENKES-671-2020 menyatakan Kode etik profesi
sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU huruf b ditetapkan oleh organisasi
profesi.
Diktum KEEMPAT Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/671/2020 bahwa menyatakan Pada saat
Keputusan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 378/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Perawat Gigi, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Maksud dari diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/671/2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi
Dan Mulut adalah dimilikinya standar kompetensi minimum untuk tenaga Terapis
Gigi dan Mulut pada saat selesai menempuh pendidikan. Standar Kompetensi
Terapis Gigi dan Mulut ini disusun bertujuan untuk menjadi acuan dalam: a) Menentukan
standar kompetensi lulusan; b) Menjadi acuan dan landasan bagi Terapis Gigi dan
Mulut dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya memberikan Pelayanan Asuhan
Kesehatan Gigi dan Mulut; c) Mengembangkan pengetahuan dan keahlian dalam
rangka meningkatkan profesionalisme Terapis Gigi dan Mulut.
Manfaat adanya Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07-MENKES-671-2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi
Dan Mulut antara lain: 1) Bagi Terapis Gigi dan Mulut, yakni sebagai pedoman
dalam pelaksanaan praktik Terapis Gigi dan Mulut, dan sebagai alat ukur
kemampuan diri. 2) Bagi Institusi Pendidikan, yaknis Sebagai acuan dalam
menyusun kurikulum agar terjadi kesesuaian antara proses pembelajaran dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan demikian meskipun kurikulum antara perguruan
tinggi memiliki perbedaan, tetapi Terapis Gigi dan Mulut yang dihasilkan dari
berbagai program studi diharapkan memiliki kesetaraan dalam penguasaan
kompetensi. 3) Bagi Pemerintah/Pengguna yakani a) sebagai Acuan bagi institusi
yang berwenang untuk menyusun pengaturan kewenangan Terapis Gigi dan Mulut
dengan memperhatikan kompetensi; b) Acuan dalam perencanaan pelatihan untuk
dapat diketahui kompetensi apa yang telah dikuasai dan yang perlu ditambah sesuai
dengan kebutuhan spesifik di tempat kerja. 4) Bagi Organisasi Profesi, yakni: a)
Acuan dalam menyelenggarakan program pengembangan kompetensi secara
berkelanjutan. b) Acuan untuk menilai kompetensi Terapis Gigi dan Mulut lulusan
luar negeri. 5) Bagi Masyarakat adalah agar masyarakat dapat mengetahui secara
jelas kompetensi yang dikuasai oleh Terapis Gigi dan Mulut.
Selengkapnya silahkan baca Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07/MENKES/671/2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi
Dan Mulut, melalui salinan dokumen yang tersedia di bawah ini.
Demikian informasi tentang Keputusan Menteri Kesehatan KMK atau
Kepmenkes Nomor HK.01.07-MENKES-671-2020 Tentang Standar Profesi Terapis Gigi
Dan Mulut. Semoga ada manfaatnya, terima kasih.
No comments
Post a Comment